Pendidikan Layak di
Daerah Terpencil
Di era
globalisasi sekarang ini bangsa Indonesia masih dililit krisis di bidang
pendidikan. Masih banyak hal yang perlu dikoreksi terutama oleh pemerintah
sebagai salah satu fasilitator pendidikan. Pelayanan pendidikan terutama di
daerah-daerah terpencil seperti di daerah luar Jawa pada kenyataannya masih
minim padahal dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang dialokasikan
khusus untuk pendidikan sudah 20%. Dalam tulisan ini, saya ingin membahas tentang
permasalahan pendidikan yang melilit daerah-daerah terpencil, dampak dari
berbagai masalh tersebut, serta perhatian pemerintah dalam meningkatkan mutu
dan kualitas pendidikan di daerah terpencil.
Daerah terpencil
merupakan daerah yang letak teritorialnya berada jauh dari pusat pemerintahan.
Hal inilah yang selama ini menjadi kendala berbagai perhatian yang seharusnya
diberikan kepada masyarakat di daerah terpencil. Misalnya saja, pendistribusian
bantuan bagi korban bencana alam di daerah terpencil memakan waktu dan proses
yang lama dan berbelit-belit. Kejadian ini biasanya disebabkan oleh medan-medan
yang menjadi objek pendistribusian cukup sulit untuk dijangkau, karena alasan
transportasi, komunikasi dan masalah-masalah klasik lainnya. Dengan begitu
tidak jarang daerah-daerah terpencil korban bencana alam tidak terjamah bantuan
dan terabaikan oleh pemerintah. Tidak hanya dalam hal pendistribusian bantuan
bencana alam, dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan yang menjadi hak
masyarakat pun, di daerah terpencil masih sering terabaikan.
![http://oktean.files.wordpress.com/2012/05/guru-sekolah-terpencil.jpg?w=300&h=250](file:///C:\Users\HEWLET~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Di Indonesia, pelayanan
pendidikan khususnya untuk daerah-daerah terpencil masih minim. Berbagai masalah
yang menghambat proses pendidikan di suatu daerah masih sering muncul. Sarana
dan prasarana menjadi salah satu hambatan utama yang merintangi berjalannya
suatu proses pendidikan di daerah terpencil. Sarana dan prasarana ini meliputi
gedung sekolah beserta isinya, serta peralatan-peralatan sekolah yang menunjang
proses belajar mengajar di suatu sekolah, atau lembaga tempat belajar. Sering
kita lihat pembangunan gedung-gedung sekolah megah diperkotaan dengan fasilitas
yang memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Namun hal itu akan berbanding
terbalik ketika kita melihat keadaan yang sebenarnya di daerah terpencil. Tidak
ada fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar
mengajar yang mereka lakukan. Gubug-gubug reyot yang mereka sebut sebagai
gedung sekolah tidak mampu memberikan fasilitas yang memadai sebagaimana
sekolah-sekolah normal pada umumnya.
Pada kenyataannya,
pembanguan fisik sekolah-sekolah di wilayah perkotaan terus menjamur seiring
dengan dikeluarkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) oleh pemerintah.
Sayangnya perhatian pemerintah tentang pendidikan yang disalurkan lewat dana
BOS tersebut tidak begitu nyata dirasakan dampaknya oleh masyarakat atau
sekolah-sekolah di daerah pedalaman atau daerah terpencil. Gembar-gembor dana
BOS yang dijanjikan oleh pemerintah membahana ke seluruh pelosok negeri, namun
pada kenyataannya wujud fisik dari dana BOS tersebut tidak pada sekolah-sekolah
di daerah terpencil. Hal ini terjadi biasanya disebabkan oleh masalah-masalah klasik
seperti hambatan pada transportasi dan komunikasi. Selain itu hambatan dari
manusianya sendiri sering menjadi salah satu alasan pendistribusian dana BOS
yang tidak tersalurkan. Hambatan manusia ini dapat berupa KKN (Korupsi Kolusi
dan Nepotisme) yang dilakukan oleh aparat-aparat yang bertugas dalam
pendistribusian dana BOS sehingga tidak tersampaikan kepada sekolah-sekolah di
daerah teroencil sebagaimana mestinya. Masalah inilah yang sebenarnya sulit
dihindari bila dibandingkan dengan masalah transportasi dan komunikasi,
mengingat budaya korupsi masih menggerogoti mental bangsa Indonesia di berbagai
bidang.
Masalah yang tidak
kalah menyita perhatian dalam pendidikan terutama di daerah terpencil adalah
masalah kualitas guru. Tuntutan mengajar seorang guru di daerah terpencil lebih
berat bila dibandingkan tuntutan guru yang mengajar di daerah perkotaan.
Hambatan ini dipicu oleh masalah minimnya sarana dan prasarana penunjang proses
pembelajaran di daerah terpencil. Sehingga seringkali seorang guru di daerah
terpencil memutar otak untuk memenuhi hal tersebut. Apalagi bobot materi yang
harus diajarkan harus sesusai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
sejak diberlakukannya UAN (Ujian Akhir Nasional) sebagai standar kelulusan bagi
siswa-siswi sekolah menengah. Hal ini tentunya menambah beban mental bagi guru
di pedalaman, karena selain harus memikirkan hidupnya sebagai seorang individu
di daerah terpencil, seorang guru di daerah terpencil juga harus memikirkan
tanggungjawabnya sebagai seorang guru. Namun sayangnya perhatian pemerintah
kepada para guru di daerah daerah terpencil kurang. Beban yang ditanggung
oleh seorang guru di daerah terpencil tidak sebanding dengan imbalan yang
didapatkan.
Selain kurang
diperhatikannya nasib guru di daerah terpencil, sistem perekrutan guru di
daerah terpencil juga kurang baik. Biasanya guru yang terdapat di daerah
terpencil bukanlah seseorang yang ahli di bidangnya. Seringkali guru di daerah
pedalaman adalah seseorang dengan ilmu dan kemampuan mengajar yang seadanya.
Hal ini biasanya disebabkan karena guru yang direkomendasikan untuk mengajar
hanya lulusan sekolah menengah saja, sehingga proses pembelajaran tidak
berjalan maksimum.
Selain kedua masalah
pendidikan yang melilit daerah terpencil tersebut, masalah keadaan lingkungan
dan kondisi masyarakat di daerah terpencil juga mempengaruhi berlangsungnya
proses pendidikan di daerah terpencil. Di daerah terpencil biasanya belum
banyak adanya pembangunan seperti di daerah perkotaan, yaitu pembangunan jalan,
jembatan dan lain sebagainya. Hal ini menghambat perjalanan siswa dan guru yang
akan pergi dan pulang sekolah. Seorang siswa atau pendidik yang kurang sadar
akan pentingnya pendidikan lama kelamaan akan menyerah dengan kondisi ini, dan
terjadilah purus sekolah. Selain kendala kondisi lingkungan, kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang. Padahal kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan adalah pondasi awal yang dibutuhkan untuk
membangun pendidikan dan pembangunan di daerah tersebut. Kebanyakan dari mereka
lebih memilih menginfestasikan hartanya untuk hal-hal yang menurut mereka lebih
berguna bila dibandingkan dengan pendidikan. Selain itu, terkadang mereka lebih
rela menikahkan anak-anak mereka di usia muda dibanding menyekolahkan mereka,
karena sekolah bagi sebagian dari mereka adalah sesuatu yang hanya akan
memperparah kemiskinan mereka.
Berbagai dampak dari
masalah muncul seiring dengan memanasnya masalah pendidikan yang dialami oleh
daerah terpencil. Dampak dari masalah-masalah tersebut antara lain, kemajuan
mutu pendidikan di suatu daerah terpencil akan terhambat. Mutu pendidikan di
daerah terpencil tidak akan pernah sama dengan mutu pendidikan di daerah
perkotaan selama masalah-masalah pendidikan di daerah terpencil belum dapat
teratasi.
Selain
itu, masalah-masalah tersebut menyebabkan tertinggalnya pembangunan suatu
daerah dengan daerah lainnya. Seperti yang telah disebutkan bahwa, kemajuan
pendidikan di suatu daerah/negara merupakan wujud dari kemajuan pembangunan di
suatu daerah/negara. Jadi suatu daerah akan baik pembangunannya bila
pendidikannya maju, dan sebalikknya suatu daerah akan terpuruk pembangunnanya
bila mutu pendidikannya pun terputuk. Hal ini bisa menyebabkan masyarakat di
suatu daerah dipandang sebelah mata oleh masyarakat di daerah lain yang
pendidikan dan pembangunanya lebih maju. Sehingga hal ini tidak baik bila terus
menerus diabaikan.
Masalah-masalah pendidikan di daerah terpencil tidak baik bila diabaikan begitu
saja. Dalam hal ini pemerintah seharusnya mempunyai langkah-langkah konkret
untuk mengatasinya. Langkah-langkah tersebut bisa berwujud perhatian yang lebih
dari pemerintah dan masyarakat, maupun pengawasan yang lebih intensif terhadap
pendidikan di daerah terpencil. Wujud perhatian yang bisa diberikan oleh
pemerintah kepada sekolah-sekolah di daerah terpencil adalah meningkatkan
sarana dan prasarana yang masih minim, memperbaiki kualitas guru dengan
memberikan suport materi dan motivasi secara personal, mengingat perjuangan
seorang guru di daerah terpencil lebih berat bila dibandingkan dengan guru di
daerah perkotaan. Hal ini bisa dilakuukan dengan penaikan gaji guru di
daerah terpencil, serta seringnya diadakan perukaran guru antar daerah agar
guru di daerah terpencil dapat termotivasi semangatnya.
Selain
itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap berbagai jenis bantuan yang akan
digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana, kualitas guru dan penunjang
pendidikan lainnya. Hal ini bisa direalisasikan dengan semangat otonomi daerah,
sehingga pengawasan pemerintah terhadap pendidikan di daerah-daerah terpencil
lebih optimal.
Oleh karena itu,
tidak hanya pemerintah yang harus berperan dalam memajukan pendidikan di daerah
terpencil, namun peran serta dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan dalam suatu kehidupan juga menjadi peran penting dalam memajukan
pendidikan dan selanjutnya pembangunan di suatu daerah, terutama daerah
terpencil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar